Meningkat Tiga Kali Lipat, Fortinet Ungkap Strategi Tangkal Ancaman Siber Berbasis AI di Indonesia
Ancaman siber berbasis kecerdasan buatan (AI) kini menjadi momok serius bagi organisasi di Indonesia. Survei terbaru IDC yang ditugaskan oleh Fortinet mengungkap bahwa 54% organisasi di Tanah Air mengalami serangan siber berbasis AI dalam setahun terakhir, dan 36% di antaranya mencatat peningkatan serangan hingga tiga kali lipat.
Jenis serangan meliputi pemanfaatan deepfake untuk penipuan email bisnis (BEC), serangan otomatis ke sistem login, serta penyebaran malware berbasis AI yang sulit dideteksi. Namun, hanya 13% organisasi yang merasa benar-benar siap menghadapi serangan semacam ini.
“Temuan survei ini menunjukkan kebutuhan mendesak akan strategi pertahanan berbasis AI,” kata Simon Piff, Research Vice-President IDC Asia-Pacific. Ia menegaskan bahwa pendekatan reaktif tidak lagi memadai dalam menghadapi ancaman yang semakin canggih dan senyap.
Baca Juga: CEO DeepMind Kasih Peringatan! Bahaya AI Lebih Besar dari Sekadar PHK Massal
Lebih mengkhawatirkan, ancaman paling berbahaya justru datang dari dalam: eksploitasi zero-day, kesalahan konfigurasi cloud, dan insider threat. Sementara itu, ancaman tradisional seperti phishing dan malware masih ada, namun tingkat pertumbuhannya lebih rendah.
Edwin Lim, Country Director Fortinet Indonesia, menyebut bahwa kompleksitas ancaman menjadi tantangan utama. “Fortinet mendukung organisasi untuk tetap unggul dengan platform keamanan terpadu yang mengandalkan visibilitas, otomasi, dan ketahanan,” ujarnya.
Keterbatasan sumber daya manusia juga menambah beban. Rata-rata hanya 13% tim TI yang berfokus pada keamanan siber, dan hanya 15% organisasi memiliki Chief Information Security Officer (CISO) khusus. Kesenjangan talenta ini membuat tim keamanan semakin kewalahan.
Baca Juga: Frustrasi dengan AI Meta? Mark Zuckerberg Bentuk Tim Rahasia Demi Saingi ChatGPT
Dari sisi anggaran, 70% organisasi mengaku meningkatkan investasi keamanan siber, meskipun sebagian besar peningkatannya masih di bawah 5%. Fokus kini bergeser ke aspek strategis seperti keamanan identitas, penerapan Zero Trust, dan ketahanan siber jangka panjang.
Tren konsolidasi sistem keamanan pun menguat. Sebanyak 96% organisasi tengah menggabungkan atau mengevaluasi sistem keamanan mereka untuk meningkatkan efisiensi dan respons terhadap serangan.
“Organisasi kini melihat keamanan siber bukan hanya sebagai proteksi, tapi fondasi bisnis jangka panjang,” kata Rashish Pandey, VP Marketing & Communications Fortinet Asia dan ANZ. “Platform terpadu berbasis AI akan jadi kunci menghadapi lanskap ancaman yang terus berubah.”
Survei ini melibatkan 550 pemimpin TI dan keamanan dari 11 negara Asia Pasifik, termasuk Indonesia.
(责任编辑:休闲)
- ·KPU Tanggapi Surat Suara yang Dahulu Sampai di Pemilih Taipei
- ·Penumpukan Lendir di Paru
- ·Kata Bang Sandi: Relawan Kunci Kesuksesan Asian Games
- ·Kenali Ciri
- ·Wujudkan Usaha Berdaya Saing Lewat Kolaborasi di DSC Season 16
- ·Benarkah Minum Teh Saat Berbuka dan Sahur Tidak Dianjurkan?
- ·FOTO: Ramai
- ·Deretan Negara yang Mudah Berikan Kewarganegaraan, Ada Turki
- ·Tagar Nazar Pemilu Masif, Sudirman Said: Masyarakat Optimis AMIN Menang Pilpres 2024
- ·Demi Asian Games, Siswa dari 34 Sekolah Akan Belajar di Rumah
- ·Polri Blokir 10 Ribu Website Judi Online Sepanjang 2023
- ·Ada Simbol Segitiga Kecil di Atas Kursi Pesawat, Apa Artinya?
- ·Duduk di Sebelah Mayat Saat Naik Pesawat, Suami Istri Alami Trauma
- ·VIDEO: Marhaban Ya Ramadan, Bulan Penuh Rahmat dan Ampunan
- ·Pertamina Bukukan Pendapatan Rp 1.194 Triliun Sepanjang 2024
- ·Polisi Berhasil Bekuk Sindikat Pembobol Data Nasabah Kartu Kredit
- ·Tata Cara, Bacaan Niat, dan Doa Sholat Tarawih 8 Rakaat
- ·Anies Inginkan Perubahan Perilaku di Kawasan Industri
- ·Grab Klarifikasi Soal Potongan 20 Persen: Bukan dari Total Bayar, tapi dari Tarif Dasar
- ·VIDEO: Puasa Ramadan Jadi Jalan Menuju Ketakwaan